Dear Sahabat,
Entah mungkin hanya anggapanku saja, tapi kau pernah menjadi teman terbaik hingga aku mengkategorikanmu sebagai "sahabat" atau "partner of success" seperti katamu.
Segala kebaikanmu di masa lalu, segala perjuangan kita bersama, nyatanya masih kuingat dengan jelas hingga tak henti-hentinya aku bersyukur pernah dipertemukan dengan orang luar biasa sepertimu.
Sayangnya aku bukan orang yang gampang untuk mengungkapkan perasaan. Alih-alih mengucap terima kasih, aku malah bersikap seolah-olah kita dekat dan kata 'ajaib' itu kukira sudah jadi bahasa kalbu yang sudah kita mengerti masing-masing. karena tanpa kata pun, hatiku selalu berterima kasih.
Hari ini tepat satu tahun dua bulan sebelas hari, sejak kau memutuskan komunikasi. Mengingat tabiatmu, memang dari awal aku sudah menyadari ada yang 'salah' dari cara komunikasiku terakhir kali. Tapi aku masih terlalu takut untuk mencari tahu lebih jauh, malah hanya terus menerka-nerka dan menyalahkan diri.
Tahukah kamu bagaimana hidupku setelah itu? Jika harus jujur aku tidak baik-baik saja.
Sebelum 29 januari, aku tengah bergelut dengan mental yang melemah karena dihianati oleh orang-orang yang kupercaya. dan setelahnya kau pun mengambil sikap yang sama.
Aku menerka-nerka dan terus menyalahkan diri. Menyesali segala sikap dan perbuatanku selama ini. kenapa aku begini, kenapa aku begitu.. hingga akhirnya aku menjadi pribadi yang terlalu berhati-hati.
Aku jadi takut untuk berinteraksi dengan orang-orang. aku jadi takut menyakiti hati orang lain lagi. Dan dua bulan setelahnya aku mengurung diri.
Mungkin kau tak pernah menyangka... aku jadi orang seperti itu, aku jadi selemah itu. Tapi memang aku pernah berada di titik terendah itu. Titik dimana aku sangat membenci diriku sendiri hingga bahkan ingin menyerah pada kehidupan.
Setelah kontemplasi yang panjang, aku mencoba bangkit. Menjalani kehidupan seperti orang-orang lainnya. Kuselesaikan studiku, kujalani pekerjaan yang bisa membantu orang tuaku dalam memenuhi nafkah keluarga. Rutinitas pekerja-pekerja pada umumnya, berangkat pagi-pulang sore dan istirahat pada hari-hari weekend.
Namun, kehidupan normal itu kujalani dengan perasaan kosong, passion itu hilang dan aku kehilangan sesosok yang mempunyai visi yang sama. Ya, aku sempat merindukan sosokmu yang tak pernah kutemui di keseharianku saat ini.
Titik Balik
Jujur, terkadang aku berharap pada Tuhan agar dipertemukan denganmu secara tidak sengaja. Entah hanya saling tatap atau bahkan saling sapa. Aku penasaran apakah kau masih akan tetap membalas senyuman dan kata 'Hai' dariku atau kah memang tidak.
Di sebuah acara bulan lalu, menjadi titik balik dimana aku sangat berharap bertemu. tapi nyatanya Tuhan masih membiarkan kita untuk saling menghindari satu sama lain. Lalu tempo hari, saat kupenasaran dengan kabarmu, kubuka lagi blogmu karena hanya itu satu-satunya akses untukku tahu bagaimana kau saat ini.
Profil yang disertai berbagai macam pencapaian-pencapaianmu terpampang dengan jelas disana. Aku sudah menduga kau akan jadi orang luar biasa seperti itu. Aku bersyukur kau baik-baik saja.
Kutelusuri tulisan-tulisanmu hingga aku menemukan sebuah postingan yang ditulis tanggal 29 januari tahun lalu, hari dimana engkau memutuskan komunikasi denganku. dari isi tulisan itu kuasumsikan itu tentangku. Ya, semua sudah jelas sekarang, sikapku yang tidak tahu diri saat itu telah membuatmu memutuskan menyingkirkan aku dari semua sisi kehidupanmu.
Sebuah Kata Maaf
Sejujurnya, selama setahun ini aku hanya terus sembunyi dan menghindar. Aku tahu kau memutuskan komunikasi, tapi aku terlalu takut mencari akar permasalahannya. Maka ketika kenyatannya aku ketahui, aku tak bisa menahan diriku untuk tidak jatuh lagi. Aku sakit dan hanya bisa menangis.
Sebuah kata maaf rasanya sudah terlalu lawas untuk ku ucapkan saat ini. Lagi pula kau sudah menghadang setiap akses komunikasi kita, sehingga aku sudah tak tahu lewat mana aku bisa menyampaikannya.
Hanya jika suatu saat kau tak sengaja membaca tulisan ini, aku ingin ucapkan dengan tulus,
"Aku minta maaf telah menganggapmu lebih. Aku minta maaf telah melukai egomu. Dan aku minta maaf terlambat untuk tahu apa kesalahanku. Maaf Aku hanya manusia biasa yang tak tahu bagaimana bersikap bijak,"
Saat ini kau baik-baik saja, kau sudah bisa menapaki mimpi-mimpi yang kau perjuangkan. Jika memang keberadaanku akan menganggu kedamaianmu, maka aku akan mencoba mundur dan tak lagi berharap pada Tuhan agar kita dipertemukan. Dengan kata lain, Aku menyerah.
Semoga waktu bisa mengobati segalanya. Dimanapun dan bagaimana kehidupan kita kedepannya, semoga kau dan aku baik-baik saja. Baik-baik saja di jalan kita masing-masing.
Serang, 10 April 2019
Komentar
Posting Komentar