Cerpen : BILLY BUKAN GENERASI GAYUS
Ting.. ting..ting .. Pak
satpam nampaknya sudah membunyikan alarm manual alias lonceng tanda bubar
sekolah . Billy
bergegas keluar
kelas dan pulang. Tidak seperti kemarin, hari-hari Billy mulai saat ini akan
di penuhi oleh kegiatan-kegiatan
belajar untuk menghadapi
UN dan masuk ke SMP idamannya.
Billy berlari-lari agar segera sampai ke rumah
karena ia harus istirahat terlebih dahulu
sebelum mulai melakukan aktifitas selanjutnya yaitu BIMBEL. Memang
sebelum-sebelumnya Billy begitu membenci kata yang satu itu karna ia berpikir ‘ untuk apa cape2, hanya buang-buang
waktu. Mending main’ pikiran
anak kecilnya masih tetap begitu. Tapi semenjak kelas VI ini Billy berniat
untuk berubah karna ia ingin lulus UN dan masuk SMA favoritnya. Dan demi itu Billy
berusaha berpikir
bijak, ia harus merelakan meninggalkan PSP kesayangannya dirumah dan memilih
untuk mengikuti BIMBEL.
“Halo
Ditya kamu dimana??” Tanyanya begitu bersemangat walaupun itu hanya di Hp
“Aku
dijalan Bil..! sebentar lagi aku sampai di rumah kamu,” Jawab Ditya dari
seberang sana.
“Oke aku tunggu..!! “ Bergegas menutup telephonenya lalu pergi ke
kamar, berganti pakaian dan menyiapkan buku juga alat tulis yang diperlukan
10 menit kemudian, terdengar seseorang datang.
“Assalamu’alaikum..” Salam orang tersebut yang tak lain adalah Ditya
Di dalam kamarnya Billy masih bersiap-siap sedangkan
Ditya yang telah menunggunya di persilahkan duduk oleh bunda dan
berbincang-bincang sambil menikmati makanan yg telah bunda persiapkan.
“ Bily.. Ditya sudah nunggu ni…katanya kalian mau
BIMBEL !!” Panggil
bunda.
“Iya
bun.. bentar lagi,” Jawab
Billy dari dalam kamar
“Maaf
ya Ditya, sepertinya harus bunda lihat dulu sedang apa sih dia??” Ucap bunda yang mulai
tidak enak kepada Ditya. Lalu bunda pun
berlalu menuju kamar Billy, Ditya hanya mengangguk
Billy yang menyadari kedatangan bunda hanya
mendongak saat bunda membukakan pintu.
“Bun.. PSP Billy mana ya??” Tanyanya polos
Tersenyum bunda melihat tingkah anak bungsunya dan hanya geleng-geleng kepala
saat melihat Billy sibuk mencari-cari
PSPnya padahal ia harus berangkat BIMBEL.
“Ada
kok! bunda yang nyimpen,
biar kamu konsen belajarnya,”
Jelas bunda menjawab
kebingungan Billy
Menciut bibir Billy saat mendengar itu, terlihat
raut kekesalan di wajahnya dan siap untuk berontak.
“Billy ayo, kita terlambat nih!” Ajak Ditya dari ruang
tamu
Bunda bisa
bernafas lega untuk sekarang tapi tidak untuk nanti malam
karna Billy
bukanlah anak
yang mudah untuk
diatur. Memang Billy sangat berbeda dengan kaka-kakanya yang berprestasi karena mudah diatur. Tapi bunda
punya harapan agar Billy merubah diri demi keinginannya untuk lulus itu
Pulang les Billy menghampiri bunda, ia menagih
PSPnya. Tapi bunda tak bisa begitu saja mengabulkan keinginan Billy, ia punya
syarat yang harus Billy penuhi ‘ ia boleh memakai PSP hanya 2 jam setelah belajar’. Dan Billy yang
awalnya ogah-agahan akhirnya
menyetujui.
***
Hari-demi hari sedikit demi sedikti Billy mulai
berubah, ia tak pernah
merengek minta PSP lagi bila ia belum belajar.
Memang awalnya begitu sulit memisahkan Billy dengan PSP kesayangannya yang bisa menghabiskan waktu sampai 5 jam perhari untuk bersama tapi
karena ini adalah keinginan
Billy sendiri untuk lulus akhirnya
iapun mulai mengurangi kegiatan
mainnya itu selama 6 bulan terahir ini.
Setiap hari Billy
selalu bersemangat belajar dengan iming-iming PSP tapi ternyata kegugupannya
menjelang UN membuatnya benar-benar meninggalkan PSPnya dan tak pernah merengek
lagi.
Buktinya, seminggu menjelang UN Billy benar-benar
tidak menyentuh ataupun menanyakan PSPnya pada bunda dan selalu sibuk untuk
belajar.
***
Dan hari itu pun menjelang…
Besok adalah hari pertama UN tingkat SD serempak
seluruh Indonesia, Billy begitu gugup bahkan sulit untuk menelan ludahnya, bukan
ia takut gagal tapi ia tak
begitu percaya diri akan hasil belajarnya selama 6 bulan terakhir.
Ia tak bisa
tidur, ia khawatir;
khawatir akan pengawas yang garang, khawatir akan kecerobohannya yg
sering datang
begitu ia gugup, dan segala macam kekhawatiran
lainnya karena
ini adalah UN pertamanya. Matanya begitu
sulit untuk terpejam, tapi ia berusaha meyakinkan diri untuk berani
menghilangkan rasa khawatirnya, dan seiring hilangnya rasa itu ahirnya ia dapat terlelap.
***
“Assalamu’alaikum,” Salam Billy begitu sampai rumah dengan
wajah ditekuk. Bunda khawatir melihat itu dan menanyakan ‘apakah soalnya begitu
sulit hingga membuatnya kesal?’ Billy hanya menggeleng.
Ini hari pertama UN, sikap Billy yang semula bersemangat
tiba-tiba lesu, membuat bunda bingung. Dan semakin bingung lagi ketika sikap
itu berlanjut kehari - hari berikutnya hingga
hari terakhir.
Di hari terahir sikap Billy
saat pulang begitu lesu, lebih parah dari hari-hari kemarin. Ia langsung masuk
kamarnya tanpa menyapa bunda terlebih dahulu, bundapun makin bingung. ia
menghampiri Billy dikamarnya yang sedang murung, terlihat kamarnya begitu
berantakan, sepertinya barang-barang tersebut
jadi korban kekesalan Billy.
Bunda terdiam melihat tingkah anaknya, Billypun mulai
buka suara ; bagaimana ia di hari pertama sampai hari terahir ujian ia dipaksa
untuk mencontek oleh para gurunya, ia tidak bisa menolak karena kata bunda guru
adalah orang tuanya juga dan Billy harus menurutinya seperti ia menurutii bunda
dan ayah. Para guru tersebut menggunakan alasan
demi kebaikan para murid tapi itu sungguh bertolak belakang dengan nurani Billy
yang bersih yang masih berusia 11 tahun
“Kenapa orang-orang dewasa begitu licik bunda..
mereka menyuruhku untuk meninggalkan PSP demi kebaikanku tapi mereka juga
menyuruhku mencontek demi kebaikanku. Ternyata kerja keras ku belajar tak ada
gunanya bunda, karena pada akhirnya tetap mereka
yang menjawab soal itu,” Jelas Billy yang
terdengar begitu kesal dan terus
menunduk
“Billy
tidak mau jadi generasi Gayus bunda.. Yang
kalau sudah besar nanti jadi koruptor!! Tapi Billy hanya ingin jadi orang yang jujur,
walaupun itu bisa membuat Billy
tidak Lulus UN,” Ucap Billy dengan sedikit bergetar dan bundapun tak bisa
berkata apa-apa hanya berusaha memeluknya erat agar hilang kegundahanya….
THE END
Komentar
Posting Komentar